Kamis, 16 Agustus 2012

Longos Bumi Kelapa

Dedaunan berjari melambaikan tubuhnya mengikuti irama alunan angin pantai. Sinar rembulan dan bintang betebaran di langit hitam. Langit terlihat lebih luas dan malam terasa lebih gelap di bumi Longos. Perjalanan panjang masih harus dilalui para pejuang setelah melewati kota untuk dapat menuju sebuah desa yang bernama Longos, desa terbesar di Kecamatan Gapura.
Satu-satunya jalan ditelusuri oleh 15 pejuang dengan segala kelelahan akibat lamanya perjalanan. Lampu di setiap jalan tidak sebanyak ketika melewati kota. Bukan tiang-tiang lampu yang ada di pinggir setiap jalan, yang ada adalah batang-batang kelapa yang menjulang tinggi disertai dengan daunnya yang khas melambai. Memasuki wilayah kecamatan gapura, cahaya lampu jalan masih menerangi perjalanan. Kemudian, setelah melewati kantor kecamatan gapura. Lampu jalan mulai menghilang. Membuat perjalanan sedikit terhambat. Apalagi dengan kondisi pandangan sudah agak rabun disertai dengan kendala lampu Scooter yang agak rewel, mengakibatkan lubang dijalan tak terlihat oleh Rusydi. Beberapa kali Rusydi terpental dari jok scooter, akibat lubang jalan yang dia lewati.
Awal kedatangan hanya ada kegelapan yang terlihat, disertai dengan pepohonan kelapa di kanan kiri layaknya penyambut selamat datang. Cahaya hanya datang dari rembulan dan bintang. Jalanan sejauh apa pun dilalui untuk dapat tiba di Balai desa tempat singgah para pejuang 33 selama 24 hari perjuangan.
Kedatangan pejuang 33 ini sedikit mengagetkan warga sekitar. Banyak warga berdatangan ketika rombongan pejuang telah tiba di Balai Desa tempat singgah sementara para pejuang selama 24 hari perjuangan nantinya. Sedikit bangga ketika banyak warga yang datang ke Balai, namun ternyata setelah pak KorDes (Koordinator Desa) berbincang dengan putra pak Kalebun warga ramai datang ke Balai untuk rapat persiapan Sepak Bola keesokan harinya. Terlanjur bangga ternyata bukan untuk para pejuang.
Dengan sedikit kelelahan pejuang 33 menurunkan seluruh peralatan perangnya dari mobil. Balai desa ini seakan tak berpenghuni, saat kedatangan pertama balai desa ini terlihat sangat gelap. Tak ada satu pun lampu yang dinyalakan. Hingga ada seorang warga yang membantu menyalakan lampunya. Keadaan semakin memburuk ketika kamar mandi masih belum dapat digunakan. Dengan terpaksa setiap kali ingin ke kamar mandi pejuang 33 harus rela melangkahkan kakinya ke rumah warga yang lokasinya dekat dengan balai desa.
Angin kencang menemani malam pertama pejuang 33, melelapkan mereka pada setiap mimpinya. Bintang-bintang ramai betebaran seakan menyapa dan menyambut kedatangan mereka. Detak jam dan suara angin menyertai mereka dalam pelayaran menuju pulau terindah. Hingga pagi pun datang.
Pagi pertama di Longos untuk para pejuang 33. Seperti hari biasanya di pondok pesantren, Alfian beranjak mencari air wudlu ketika adzan dikumandangkan. Dengan sedikit meraba-raba karena belum ada lampu dan belum sempurna mengetahui lokasi-lokasi di Balai Desa, Alfian berusaha untuk mencari arah kiblat. Suasana masih sepi, pejuang 33 lainnya masih dihinggapi rasa lelah sehingga belum satu pun yang menyambut datangnya pagi. Hingga mentari tak punya rasa malu lagi untuk memancarkan sinarnya. Satu persatu pejuang terbangun dan segera memulai aktifitas.
Jadwal pertama yang telah mereka rencanakan sejak semalam yaitu membersihkan seluruh ruangan dan memperbaiki listrik yang ada demi kelancaran kegiatan selama 24 hari. Canda tawa mewarnai kegiatan pertama mereka di bumi Longos.
Keindahannya menakjubkan, awan putih disertai dengan sinar mentari yang cerah mewarnai indahnya aroma pantai dan lambaian dedaunan kelapa. sungguh agung ciptaanMu ya Alloh..
Tak henti-hentinya Ana memandangi alam dengan seluruh kekagumannya. Disertai dengan kegiatan yang dia lakukan, dia merekam semua yang dapat dicerna oleh otaknya dari suasana sekitar balai desa Longos dalam sebuah cerita abadi dalam bukunya.
Kerjasama para pejuang untuk menyempurnakan tempat singgahnya patut diacungi jempol. Dalam satu hari pejuang 33 mampu memperbaiki listrik, memperbaiki kamar mandi, membuat dapur umum dan menyempurnakan yang lainnya. Tidak satu pun yang hanya berdiam diri, setiap pejuang memiliki keahlian masing-masing dan mengerjakannya sesuai dengan kemampuan. Tidak ada kata bermanja dalam kamus pejuang 33.
Sore harinya, pejuang 33 menyempatkan diri untuk silaturahmi ke rumah warga. Sambutan warga sangat melegakan, dengan logat Maduranya mereka benar-benar mempersilakan kepada para pejuang untuk tinggal dan melaksanakan kegiatan dalam satu bulan Ramadlan ini.

 Warga Desa Longos

Bukan suatu kebetulan, jadwal KKN untuk semester genap umumnya berbarengan dengan Romadlon. Sehingga Romadlon hampir penuh di tempat KKN. Itu bukanlah hal yang sulit bagi para pejuang 33. Pejuang 33 adalah sosok-sosok yang mandiri, penuh semangat dan mampu menempatkan diri dalam apa pun kondisinya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar